CIANJUR "BERLARI" ; Tentang Janji, Gunung, dan Bupati yang Menghilang

Foto : Pagar pintu kantor Bupati Cianjur dijebol masa aksi penolak Geothermal, Rabu 10 Desember 2025
Maharnews.com- Di kaki Gunung Gede Pangrango, pagi itu udara dingin menusuk sampai ke tulang. Ribuan warga berkumpul, sebagian membawa poster lusuh yang bertuliskan janji.
Bukan sembarang janji, tetapi janji yang dulu dilontarkan lantang: “Kami akan menolak proyek geotermal!” Begitu kata calon bupati yang kini telah menjabat, Wahyu Ferdian.
Namun, ketika warga datang untuk menagih, suara itu hilang. Bupati tidak tampak. Kursi yang disediakan untuknya kosong, seperti lembar kertas visi-misi yang tak pernah dibuka lagi setelah kampanye usai. Cianjur berlari, tetapi entah menuju mana.
Rakyat Datang, Pemimpin Hilang
Warga sudah siap. Mereka datang dari Pacet, Cipanas, Sukaresmi, hingga kawasan lereng Gede Pangrango. Mereka bukan menuntut banyak: hanya ingin mendengar kembali komitmen yang pernah diucapkan.
Tetapi bupati, yang dulu begitu rajin muncul saat baliho sedang marak bertaburan tiba-tiba tak dapat ditemukan.
Ada yang bilang sedang dinas luar kota.
Ada yang bilang lagi istirahat.
Ada yang bilang sedang “mendengarkan dari jauh.”
Entah mana yang benar. Yang jelas, warga menunggu. Dan menunggu. Dan terus menunggu.
Hanya gunung yang tetap tegak, menyaksikan manusia sibuk saling mencari.
Geotermal: Janji yang Meleleh Sebelum Panas
Ketika izin pusat keluar, ketika perusahaan besar mulai masuk, ketika alat berat dijadwalkan naik, tiba-tiba suara penolakan yang dulu menggema itu lenyap seperti kabut di pagi hari.
Padahal dulu, saat kampanye, gagah sekali,Slsuaranya lantang, bahasanya tegas, gesturnya dramatis.
“Saya bersama rakyat!” katanya.
Tapu kini?
Yang bersama rakyat justru Ketua RT, ibu-ibu pengajian, para petani stroberi, serta para pemuda desa yang memikul spanduk. Pemimpinnya? Tidak diketahui keberadaannya.
Cianjur berlari tapi rakyat ditinggal di belakang.
Warga Bertanya-tanya: Lari ke Mana, Pak Bupati?
“Apakah bupati sedang mencari sinyal?”
“Apakah beliau naik gunung duluan untuk melihat lokasi?”
“Apakah beliau sedang membaca ulang janji kampanye yang lupa disimpan?”
Komentar-komentar satir mengalir di lapangan. Kadang pahit, kadang lucu, tapi semuanya punya nada getir yang sama: ketiadaan pemimpin di saat paling dibutuhkan.
Gunung Gede mungkin tersenyum sinis: Lihatlah, manusia bisa berubah lebih cepat daripada cuaca.
Janji Itu Bukan Burung Pipit
Janji politik seharusnya tak seperti burung pipit yang mudah terbang begitu keadaan berubah. Janji adalah kompas moral yang semestinya tetap menunjukkan arah, bahkan ketika angin kekuasaan berembus ke segala penjuru.
Warga sudah berlari mengejar janji itu. Gunung tetap berdiri menjaga. Yang hilang hanya satu: keberanian pemimpin untuk hadir. Cianjur berlari, tapi bupatinya memilih menghilang
- Selamatkan Uang Negara Miliaran Rupiah, Ini Sederet Kasus Ditangani Pidsus Kejari Cianjur
- Dua Tender, Efesiensi Anggaran Pembangunan PUTR Capai Setengah Milyar
- Tender Penanganan ruas jalan Pasirnangka-Munjul Sudah Selesai
- Target 2025, Penambahan Jalan Mantap dua Persen
- Panjang Jalan Mantap Cianjur Semakin Bertambah
- Sejarah dan Fungsi Dinas PUTR Cianjur
- Persentase Perbandingan Jalan Beton dan Aspal di Kota Tatar Santri














