Kasus Fasilitas Haji (TPHD), GRATIFIKASI atau GRATISSIFIKASI

Kasus Fasilitas Haji (TPHD), GRATIFIKASI atau GRATISSIFIKASI

Foto : Ilustrasi.


CIANJUR.Maharnews.com- Kuota haji yang diperuntukan bagi petugas tim pendamping calon haji di daerah atau yang disebut TPHD (Tim Pendamping Haji Daerah) kerap jadi sorotan.

Pasalnya, meski dalam proses rekuitmennya sudah ada aturan yang mengatur soal tersebut, namun faktanya  masih saja ada yang melaksanakannya secara penunjukan langsung.

Sepertihalnya pada pelaksanaan haji di Kabupaten Cianjur tahun 2019 lalu, proses rekuitmen untuk petugas TPHD dari Pemerintah Daerah dilakukan secara penunjukan langsung. 

Anehnya lagi, TPHD Pemkab Cianjuri ini beda dengan TPHD yang dimaksud sebagaimana dalam aturan. Dalam surat keputusan Bupati disebutkan, TPHD yaitu Tim Pembimbing Haji Daerah sedangkan dalam aturan yaitu Tim Pendamping Haji Daerah.

Diketahui, penunjukan orang untuk TPHD merupakan kewenangan Bupati. Alhasil TPHD pun tak ubahnya seperti ajang arisan untuk kalangan pejabat.

Pertanyaannya, apakah rekuitmen TPHD secara penunjukan langsung dan tak sesuai aturan tersebut termasuk dalam kategori GRATIFIKASI?  
Atau, hanya cukup sebatas disebut sebagai GRATISSIFIKASI saja?

Terkait persoalan TPHD Cianjur tahun 2019 ini sebenarnya telah masuk ke meja penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dengan terlapor Plt Bupati Cianjur, Herman Suherman.

Herman diduga memberikan gratifikasi berupa fasilitas haji gratis melalui pembentukan Tim Pemandu Haji Daerah (TPHD) Kabupaten Cianjur tahun 2019.

Untuk membentuk TPHD itu, Herman tak melakukan proses seleksi orang-orang yang akan mengisi tim terdebut. Dia menunjuk langsung Sekretaris Daerah (Sekda) Cianjur Aban Subandi, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Cianjur Yudhi Syufriadi, dan istri Kajari Murtiningsih.

Padahal berdasarkan aturan Peraturan Menteri Agama (Permenag) Nomor 13 tahun 2018, pasal 33 menyebutkan bahwa TPHD diangkat melalui proses seleksi.

Awal tahun 2020 ini laporan soal kasus TPHD tersebut baru ditanggapi pihak Kejati, yang diawali dengan pemanggilan terhadap pihak pelapor.

Publik kini menanti aksi para penyidik Kejati dalam menelaah kasus ini. Apakah jajaran Kejati yang kini di pimpin sosok Ade Eddy Adhyaksa bisa bekerja secara profesional dan tak pandang bulu? Meski nantinya bakal menyeret Kepala Kejari Cianjur beserta Istrinya.

Soal keterlibatan anak buah di daerah, tentunya pihak Kejati akan menindaknya melalui jajaran pengawas internal Kejaksaan. 

Tapi tak masalah juga kalaupun awalnya seperti itu. Sebab jika hasil pemeriksaan tim Aswas berujung sebuah hukuman atau sanksi disiplin terhadap Kajari, hal tersebut bisa disimpulkan, bahwa  adanya indikasi gratifikasi fasilitas haji memang terbukti. 

Memang dalam penanganan kasus ini timbangan jaksa Kejati ibarat sedang diuji. 
Karna ini tentang sejauhmana keadilan ditegakan.
Sebab ini tentang sejauhmana profesionalisme bukan sekadar jargon atau pencitraan.

Apakah nantinya timbangan akan lebih berat pada GRATIFIKASI atau sebaliknya, lebih condong ke GRATISSIFIKASI?

Kita saksikan dan kawal terus bagaimana selanjutnya akhir dari penanganan kasus gratifikasi fasilitas haji ini. "SEMOGA".




Tulis Komentar Facebook

Komentar Facebook

Bijaksana dan bertanggung jawablah dalam berkomentar, karena sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE