Ngopi Sembari Update Informasi - Berita

Kasi Datun Beberkan Tekhnis Tindaklanjut Kerjasama Desa dengan Kejari Cianjur.

Kasi Datun Beberkan Tekhnis Tindaklanjut Kerjasama Desa dengan Kejari Cianjur.

Foto : Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun) Kejaksaan Negeri Cianjur, Leila Qardia Puspitarini


CIANJUR. Maharnews.com - Terlaksananya kerjasama antara pemerintah desa se Kabupaten Cianjur dengan Kejaksaan Negeri (Kejari) Cianjur pada Senin (28/3/2019) lalu, mendapat sorotan publik. 

Muncul pertanyaan di benak publik, apakah kerjasama tersebut memang menguntungkan bagi pemerintah desa? Lalu bagaimana tekhnisnya para jaksa melaksanakan kerjasama tersebut?

Ditemui di kantornya, Senin (1/4/2019) Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun), Leila Qardia Puspitarini membeberkan bagaimana latar belakang dan tekhnis kerjasama tersebut.

Leila menjelaskan, pada intinya kerjasama tersebut terkait bidang perdata dan tata usaha negara. Dimana bantuan itu ruang lingkupnya pemberian bantuan hukum, pertimbangan hukum dalam bentuk kerjasama diklat, workshop, kemudian tindaklanjutnya bisa berupa kegiatan sosialisasi.

"Sosialisasinya itu tidak terbatas pada bidang Datun saja, kita dapat memberikan pemahaman hukum tentang apa saja,"kata Leila.

Jaksa yang tak lain anak mantan Kajari Cianjur  itu menuturkan, sumber anggaran desa terdiri dari Dana Desa (DD), Alokasi Dana Desa (ADD) dan Bantuan Provinsi (Banprov). 

"Terkait itu juga kita bisa berikan pemahaman soal pengelolaan keuangan desa. Kita berikan pemahaman soal regulasinya seperti apa dan lainnya yang memang dibutuhkan,"terangnya.

Apakah program kerjasama ini memang ada dari Kejaksaan Agung (Kejagung)?

"Jadi gini kalau perjanjian kerjasama ini landasan hukumnya itu adalah undang undang kejaksaan, dimana dalam undang undang itu disebutkan kejaksaan dapat bekerjasama dengan instansi lainnya atau pemerintah.

Kerjasama terkait tata usaha negara dan perdata, tentunya itu bisa memberikan bantuan hukum bidang tersebut.

Kalau kerjasama dengan kejagung, bisa jadi itu ada, hanya tingkatannya berbeda, program di Kejagung tidak dengan desa tapi dengan Kementrian Desa,"jawabnya.

Leila menegaskan bahwa kegiatan untuk kerjasama ini tidak ada dalam anggaran Kejari. Karena kerjasama ini yang memohon adalah pemerintah desa atau dalam hal ini disebut sebagai pihak pertama, sebagaimana dituangkan dalam perjanjian kerjasama.

Disingung soal ada tidak pembiayaan untuk kerjasama tersebut, dijelaskan Leila, dalam nota perjanjian kerjasama disebutkan pihak pertama (desa) sebagai pemohon dan pihak kedua (kejari cianjur). Disana jelas diatur dalam pasal 7, bahwa biaya yang timbul disebabkan perjanjian ini ditanggung oleh pihak pertama.

"Dalam hal kerjasama ini menyangkut dengan perdata. Karena merka yang memohon, tentu akibat dari perjanjian yang timbul, semua biaya merupakan beban atau di tanggung jawab si pemohon."terangnya.

Tadi ibu katakan ada biaya, apakah biaya ini nantinya untuk Kejaksaan?

"Tidak ada uang untuk kejaksaan. Jadi semua biaya itu merupakan beban dan tanggungjawab pihak pertama. Namun apabila kami memberikan materi, pemaparan atau sosialisasi nah itu ada honorarium untuk narasumber. Itu tidak untuk kerjasama dengan desa saja tapi juga dengan instansi lainnya,"jawabnya.

"Yah seperti kalau kita melaksanakan giat sosialisasi, kita mengundang narasumber tentu itu kan harus ada honorarium,"imbuh Leila mencontohkan.

Pada kesempatan itu Lelia membeberkan bagaimana tekhnis kerjasama yang akan di laksanakan dengan pihak pemerintah desa.

"Untuk tekhnis pelaksanaannya kami situasional, tidak baku atau saklek juga. Tentu kita akan menyesuaikan kondisi yang ada, baik jadwal pemerintah desa dan jadwal kami juga,"ujarnya.

Jadi, ketika kami memang harus mengumpulkan karena waktunya tidak ada, pastinya akan kita kumpulkan. Tapi kalau memang waktunya ada dan kami bisa langsung datang ke setiap desa, tentu kami akan datang langsung.

"Intinya yang terpenting kami bisa memberikan sosialisasi dan tindaklanjut setelah ini. Jadi tidak sertamerta setelah MoU lalu kami diam begitu saja, tidak begitu tapi memang ada tindaklanjutnya,"jelasnya.

Apakah dalam perjanjian disebutkan anggarannya harus berapa?

"Tidak, tidak tertera. Ini sudah baku dalam setiap pelaksanaan perjanjian kita, tidak ada disebutkan nominal,"jawabnya dengan tegas.

Tekhnis soal bantuan hukum ini, desa harus bersurat resmi lagi kepada Kejaksaan walaupun sudah ada MoU, karena memang seperti itu mekanismenya. Misalnya surat untuk permohonan pendampingan hukum tentang pekerjaan bla bla bla..., maka berdasar surat itulah kami akan datang.

"Kalau desa tidak mengajukan permohonan ya tentu kita juga tidak bisa memberikan pendampingan hukum,"imbuhnya.

Leila menerangkan, bahwa untuk pendampingan hukum kejaksaan tidak sembarangan langsung menerima permohonan begitu saja, tetapi akan dilihat dan ditelaah terlebih dahulu.

Selain itu perlu diketahui juga, bahwa pendampingan yang akan kita lakukan juga dalam hal regulasinya, yuridis dan normatifnya bukan pada tataran tekhnis pelaksanaannya, karena kami memang bukan ahlinya untuk itu.

"Jadi kita memberikan pendapatan hukum. Misalkan begini, suka ada seperti ini, di APBDes ditentukan untuk pembangunan A, tapi ternyata kepala desa mengalihkan pembangunan itu untuk pembangunan B. Nah mereka bisa memohonkan kepada kami untuk mendapatkan pendapat hukum soal pengalihan itu,"pungkasnya.




Tulis Komentar Facebook

Komentar Facebook

Bijaksana dan bertanggung jawablah dalam berkomentar, karena sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE