Mengenang Aksi Bulloh Melawan Penguasa Perjan

Foto : Aksi Bulloh, petani penggarap lahan Perjan saat berhadapan dengan aparat yang tengah bertugas melakukan pengawalan aksi buruh tani di kantor BPBP Cihea.
CIANJUR. Maharnews.com - Sosok peria tua berpeci hitam tampak berjalan memasuki kantor Balai Pengembangan Benih Padi (BPBP) Cihea, Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur.
Langkah kakinya begitu tegap. Sorot matanya tajam seolah tengah menghipnotis para aktivis muda yang saat itu akan menggelar aksi membela para petani penggarap di lahan milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Perjan).
Kehadirannya ditengah masa pengunjuk rasa langsung menjadi pusat perhatian. Puluhan pasang mata tertuju pada peria beruisa lebih dari setengah abad itu. Ia tak ubahnya bak seorang bintang tamu ternama yang memang sedang ditunggu kedatangannya.
Meski usianya telah uzur, namun keberaniannya tak bisa dianggap sebelah mata. Disaat rekan sesama penggarap lainnya lebih memilih diam, takut pada ancaman sang penguasa Perjan, sang Kakek yang diketahui bernama Bulloh itu justru sebaliknya, berdiri tegak siap melawan ancaman.
Demi menyuarakan kebenaran petani asal Desa Hegarmanah, Kecamatan Bojongpicung itu rela meninggalkan pekerjaannya. Resiko pencabutan mengarap lahan tak lagi dihiraukannya, atas nama kebenaran mulut yang dulu terbungkam kini bersuara dengan lantang dan keras, mengguncang ruang hati para pejabat di BPBP.
Bulloh salah satu diantara ratusan petani yang diharuskan pihak BPBP selaku pengelola lahan Perjan, menanggung kekurangan setoran panen musim tanam 2017 yang gagal akibat terserang hama.
Pil pahit yang harus diterima Bulloh dirasakan pula para petani penggarap lainnya. Meski kesal dengan keputusan sepihak dari siempunya lahan, tapi Bulloh cs tak bisa berbuat banyak, hanya pasrah menerima keputusan harus menanggung beban yang dicatat sebagai hutang.
Senin (6/11/2017) lalu seolah sebuah momentum baik buat Bulloh mengabarkan kenyataan pahit yang harus diterima para petani penggarap di lahan Perjan.
Saat itu, ditengah kerumunan aktivis, Bulloh tak ubahnya seorang saksi yang siap mengabarkan kebenaran diatas podium drama mimbar pengadilan rakyat "Petani Penggarap Menggugat".
Sebelum berhasil menemui Kepala BPBP, ketegaran Bulloh diuji terlebih dahulu oleh pentolan aparat kepolisian. Rentetan pertanyaan yang begitu tajam seakan peluru yang ditembakan aparat kepada peria tua itu.
Namun, lagi lagi jago tua asal Hegarmanah itu tak lantas surut, dengan tenangnya Bulloh menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan aparat.
"Anu lain teu datang nya kulantaran sieun dicandak lahan garapanna meureunan. Tapi ari bapamah ah teu kitu, kusabab puguh alesanna nya wani datang kadieu. (Yang lain tidak datang kesini dikarenakan takut dibawa lagi lahan garapannya. Tapi kalau bapamah tidak seperti itu, karena alesannya jelas makanya berani datang kesini),"tegas Bulloh saat terlibat adu mulut dengan aparat.
Kepada aparat Bulloh mengungkapkan keluh kesah soal lahan garapannya yang mengalami gagal panen dan harus tetap menyetorkan sisa padi yang masih bisa dipanen kepada petugas BPBP.
"Malah bapa dibere tanda bukti, yen pa Bulloh gaduh sametan 1,97 kintal. Eta harita kudu ditawis. Terus terang we abdi ngabantah, ah moal ditawis soal hutangmah. Kusabab tuluy nitah nya kapaksa wae diteken. (Malah bapa diberi tanda bukti, kalau bapa masih punya hutang 1,97 kuintal. Itu harus ditanda tangan. Jujur saja saya menolak, tidak mau menandatangan soal hutang. Karena terus merintah ya terpaksa saja di teken),"beber Bulloh menjawab pertanyaan aparat dengan logat khas Sundanya.
Lolos dari ujian itu, akhirnya Bulloh diperkenankan bertemu Kepala BPBP. Bukannya menjadi ciut, semangatnya justru semakin menjadi.
Dihadapan sang majikan, dengan lantang ia memaparkan kondisi dilapangan dan keberatan petani penggarap terhadap sistem yang diberlakukan BPBP selaku pengelola lahan Perjan.
"Abdi kantos nyangem ka petugas di lapangan, hayang pendak jeung bapa pimpinan, tapi diulahkeun ku petugas. Ari keur abdimah moal sieun pa, tong bujeng bujeng ayeuna ka bapa pimpinan didieu, jeung pa Gubernur oge abdi sangem. (Saya sudah pernah sampaikan ke petugas di lapangan, ingin bertemu sama bapa pimpinan, tapi tidak diperbolehkan sama petugas. Kalau buat saya tidak akan takut, jangankan sama bapa pimpinan disini, sama pa Gubernur juga saya berani),"kata Bulloh kepada Kepala BPBP Cihea, Iwan Cahmawan.
Keberanian Bulloh membuahkan hasil yang mengembirakan, dihadapan perwakilan aktivis dan aparat, Kepala BPBP akhirnya menegaskan jika hutang yang dibebankan kepada petani dibatalkan.
Mendengar itu, tampak terpancar raut kegembiraan dari wajah Bulloh. Sebab apa yang dilakukannya rupanya tak sia sia, membawa sebuah perubahan yang tak hanya di nikmati dirinya seorang diri, tetapi bagi rekannya sesama petani penggarap di lahan Perjan.
Peristiwa diatas menyimpan sebuah hikmah dan pelajaran, dimana sebuah kebenaran meski disuarakan segelintir orang akan berbuah hasil yang mengembirakan jika dibarengi kegigihan dan keyakinan atas apa yang diperjuangkannya tersebut. (Nuk)
- Jaksa Sebut Cepy Ragu dengan Kesaksiannya
- IRM Sebut Sederet Nama saat Menjadi Saksi
- Lakukan Hal Serupa, CS Bantah Kesaksian IRM
- Aksi Massa GSAC, Jaksa Dihadiahi Obat Antangin
- JPU KPK Sebut Kesaksian Rosidin Penguat Keterlibatan IRM
- Kesaksian RM Sebut Kemungkinan KPK Juga Targetkan Plt. Bupati
- IRM dan Cepy Kompak Bantah Kesaksian CS