Ngopi Sembari Update Informasi - Berita

9 Catatan untuk DPRD Cianjur Soal RAPBDP TA 2025 Labrak Permendagri

9 Catatan untuk DPRD Cianjur Soal RAPBDP TA 2025 Labrak Permendagri

CIANJUR.Maharnews.com- Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 15 tahun 2024 adalah peta jalan penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran (TA) 2025 baik murni maupun perubahan. Termasuk jangan lepas dari Rencana Pembangunan. Jangka Menengah Daerah (RPJMD). 

Namun dalam dokumen Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan (RAPBDP) Cianjur TA 2025 ditenggarai banyak yang melabrak Permendagri dan RPJMD. DPRD Cianjur dituntut jeli dalam melaksanakan hak budgetingnya. 

Selasa, 22 Juli 2025, pada Rapat Paripurna DPRD Cianjur, Bupati menyampaikan Nota Keuangan Rancangan Perubahan APBD 2025, disusul dengan expose oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) di hadapan DPRD. 

Dari tiga dokumen yang disampaikan eksekutif kepada legislatif, terdapat beberapa catatan penting yang harus diperhatikan serius oleh DPRD Cianjur, sebelum APBD tersebut ditetapkan sebagai Perda. 

Pertama, memastikan tiga Mandatory spending atau belanja wajib yaitu fungsi pendidikan 20 persen yang menyebutkan terpenuhi 1,67 Triliun atau 33,39 persen, belanja infrastruktur pelayanan publik 40 persen atau 1,37 triliun dan belanja pegawai 30 persen dipenuhi 1,48 triliun atau 29,53 persen dari total belanja daerah. 

Tetapi yang terbaca hanya pada belanja pegawai yang melampaui 30 persen dari RAPBDP 2025, yaitu 1,834 triliun atau 36,5 persen dari RAPBDP TA 2025. Sementara untuk fungsi pendidikan baru terbaca 537,724 miliar atau 10,7 persen dan infrastruktur baru terbaca 920,834 miliar atau 18,5 persen. 

Kedua, memastikan bahwa program gorol masuk pada kegiatan mana dan dalam RPJMD ada di pelaksanaan misi ke berapa atau program prioritas mana, sebab jika kita baca detil tidak ada satu kata pun menyebutkan program gorol dalam dokumen RPJMD. 

Ketiga, terdapat kenaikan pada Retribusi Daerah sebesar 40,292 Miliar. Setelah kita buka lebih lanjut, ternyata kenaikannya sebagai dampak dari naiknya jasa layanan di RSUD Sayang 71 miliar dan di RSUD Pagelaran 6,003 miliar. 

Sementara pada komponen belanja RSUD Sayang bertambah 39,025 miliar dan RSUD Pagelaran berkurang 23,006 miliar.  Sementara Permendagri No. 79 Tahun 2018 menyebutkan, pendapatan dari BLUD hanya pencatatan saja pada pendapatan daerah, sementara keuangannya harus tetap berada di BLUD tersebut. 

Jika melihat data tadi, terdapat selisih di RSUD Sayang yaitu minus 13,436 miliar dan RSUD Pagelaran yaitu plus 29,751 milyar. Sehingga TAPD harus bisa menjelaskan terkait ketidaksingkronan ini. 

Keempat, pada Belanja Oprasional, di bidang belanja pegawai terdapat penurunan drastis sebesar 61,789 miliar, sementara DAU-nya 1,873 triliun. Artinya terdapat selisih antara belanja pegawai dengan DAU 38,920 miliar. 

Jika kita membaca pendapatan dari pengembalian kelebihan pembayaran belanja gaji dan tunjangan ASN dan pendapatan dari pengembalian kelebihan pembayaran belanja tambahan penghasilan ASN sebesar 332,523 juta, juga masih jauh untuk mengejar angka pengurangannya yaitu 61,789 miliar. Apakah pengurangan ini dampak dari penghapusan gaji honorer atau ada pengurangan jumlah ASN yang purna tugas? 

Selanjutnya pada bidang belanja barang dan jasa. Terdapat kenaikan sangat signifikan sampai 130,502 miliar. Walau skenario efisiensi terlihat dalam belanja operasi, dengan memangkas belanja pegawai, tetapi kita juga perlu tahun kenaikan belanja barang dan jasanya sesuai tidak dengan konsep efisiensi. Hingga kita perlu tahu rincian makro belanja barang dan jasa tersebut. Apakah termasuk dana BOS, BOK Puskesmas dan BLUD atau tidak? 

Kemudian pada belanja Subsidi ada kenaikan 1,266 Miliar. Kita juga perlu tahu apakah belanja subsidi ini masih tetap untuk pestisida dan pupuk atau ada jenis belanja lainnya. 

Eksekutif harus menjelaskan penambahan di Belanja Subsidi untuk apa saja. Kami sangat berharap kenaikan subsidi ini dofokuskan terutama pada pestisida, pupuk dan benih padi berkualitas, sebab kondisi pertanian terutama padi, saat ini banyak yang mengalami penurunan gabah hasil panen dampak dari hama padi terutama jenis wereng. 

Penurunan anggaran pada belanja hibah hingga 25,795 Miliar. Surat Edaran Mendagri No. 900/833/SJ menyebutkan, lebih selektif dalam memberikan hibah langsung baik dalam bentuk uang, barang, maupun jasa kepada Kementrian/Lembaga. 

Artinya jenis hibah Pemda ke Pemerintah Pusat, makanya disebutkan Kementrian/Lembaga. Berarti tidak ada pengurangan bagi hibah yang sifatnya bukan kepada Kementrian/Lembaga. Oleh karena itu, hibah mana yang dihapus oleh Pemda sehingga ada penurunan mencapai 25,795 Miliar. 

Penurunan belanja bantuan sosial hingga 2,464 Miliar. Penurunan ini tidak singkron dengan kondisi di lapangan saat ini, yaitu masih rendahnya kualitas SDM tenaga kerja dan tenaga pendidik yang menjadi hambatan dalam upaya mengurangi masalah sosial di masyarakat. 

Termasuk masih banyaknya kerusakan infratruktur yang berdampak pada kerentanan sosial. Hal ini juga yang tercantum dalam isu strategis hasil dari Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Tahun 2025 – 2029. Termasuk pada arah Kebijakan RPJMD Tahun 2025 - 2029. Tetapi kenapa dalam RAPBDP 2025 justru malah dikurangi. 

Pada Biaya Tak Terduga (BTT) terdapat pengurangan 8,481 Miliar. Cianjur sebagai salah satu daerah yang rawan bencana oleh karena itu sepatutnya BTT dianggarkan di atsa 50 milyar, bukan malah dikurangi. 

Kelima, adanya selisih pendapatan dan belanja sebesar 199,27 Miliar, tergambar jelas bahwa eksekutif semangatnya pada belanja. Sementara pada pendapatan malah turun. 

Padahal Permendagri No. 15 tahun 2024 mengamanatkan dalam Kebijakan SILPA, Pemda menganggarkan SILPA TA 2025 bersaldo nihil. Artinya total pendapatan daerah yang direncanakan dalam APBD 2025 harus sama dengan total belanja daerah yang direncanakan. 

Keenam, tidak mentaati Permendagri No. 15 tahun 2024 pada rencana defisit sebesar 24,808 miliar. Menurut Permrndagri No. 15, terkait SiLPA tahun sebelumnya menyebutkan, dalam hal terdapat SiLPA yang telah ditentukan penggunaannya berdasarkan peraturan perundang-undangan pada TA sebelumnya, Pemda wajib menganggarkan SiLPA dimaksud sesuai penggunaannya dan tidak dapat digunakan salah satunya untuk menutup defisit. Sementara dalam RAPBDP 2025 ada skenario SilPA digunakan untuk menutup defisit yaitu menutupi selisih pendapatan dengan pengeluaran sebesar 199,27 miliar. 

Ketujuh, nilai sebenarnya SILPA tahun sebelumnya 130,059 miliar bukan 181,770 Miliar. Jika kita buka Keputusan DPRD No. 172.2/3/DPRD/2025 tentang Rekomendasi atas LKPJ Bupati Cianjur Tahun Anggaran 2024. Pada bagian ke 2 lampiran Keputusan DPRD ini menyebutkan pendapatan daerah 4,604 triliun dan pengeluaran daerah 4,560, sehingga selisihnya 44 miliar. 

Sementara pembiayaan daerah 298,578 milyar dan pengeluaran daerah 124,519, maka pembiayaan netonya 174,059 milyar. Berarti SiLPA TA 2024 sebesar 130,059 milyar. Artinya ada upaya menaikan SilPA untuk menutupi selisih yang besar antara pendapatan dan pengeluaran yang mencapai 199,278 Miliar. 

Kedelapan, ada kesalahan dalam menentukan dencana defisit. Bukan 24,808 Miliar tapi 76,219 miliar. Permendagi No. 15 tahun 2024 juga mengatur besaran SilPA pada APBD 2025, sehingga perhitungannya adalah selisih pendapatan dengan belanja adalah 199,278 miliar dikurangi pembiayaan neto  123,059 miliar yaitu 76,219 miliar. 

Walau batas maksimal defisit untuk Kabupaten Cianjur sebesar 3,65 persen atau sekitar 175,5 miliar, tetapi jika memperhatikan selisih entara pendapatan dengan belanja yang mencapai 199,278 Miliar dengan perkiraan rencana defisit sebesar 76,219 Miliar, cukup menghawatirkan juga. 

Atas dasar itulah maka harus ada pengurangan pada belaja operasi dan belanja modal agar tercapai saldo nihil dan tidak ada defisit di akhir tahun. 

Kesembilan, pada pendapatan daerah tidak mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat dan pertimbangan ekonomi regional. 

Hal ini terlihat dari akan dinaikannya rencana pendaptan dari pajak reklame sebesar 65.214 juta. Pergeseran ke media digital untuk iklan dan promosi menyebabkan penurunan permintaan untuk media reklame tradisional, yang pada akhirnya mengurangi potensi pendapatan pajak dari sektor ini. Pemda tidak mempertimbangkan masalah ini. 

Selanjutnya pada pajak mineral bukan logam dan batuan naik 135.664 juta. Walau secara regional Ekonomi Jawa Barat tahun 2024 mengalami pertumbuhan sebesar 4,95 persen, tetapi terjadi pelambatan dibanding capaian tahun 2023 dengan pertumbuhan sebesar 5,00 persen. 

Ini menunjukan adanya tren negatif pada sisi peningkatan kesejahteraan masyarakat yang sudah barang tentu akan berpengaruh pada penggunaan logam dan batuan. Tetapi kenapa pada Pajak ini justru dinakan. 

Selanjutnya pada BPHTB tetap di 72.861 Miliar. Ini jelas sangat tidak logis dengan kondisi saat ini. Apakah bagian pendapatan daerah sudah melakukan pendataan potensi dan riset yang menyatakan bahwa pada kurun waktu antara Agustus sampai Desember 2025 akan terjadi transaksi atau proses pengalihan kepemilihan lahan, sehingga sangat yakin bahwa BPHTB dengan rencana pendapatan sebesar 72.861 miliar akan tercapai?

Di bidang retribusi persetujuan bangunan gedung tetap di 9,450 Miliar. Retribusi ini tidak lepas dari proses pembangunan gedung yang dilakukan oleh msayarakat maupun korporasi. Apa yang membuat bagian pendapatan Pemda yakin akan banyak pembangunan gedung di Cianjur hingga retribusi jenis ini meningkat di tengah kondisi ekonomi seperti saat ini? 

Terakhir, retribusi RSUD Sayang naik sampai 71,341 miliar sementara retribusi dari RSUD Cimacan turun hingga 17,968 Miliar. Pertanyaa mendasarnya adalah apa yang membuat retribusi dari RSUD Sayang naik, apakah karena ada penambahan sarana layanan kesehatan atau karena ada kerjasama denga pihak ketiga dan apa yang menyebabkan retribusi RSUD Cimacan turun drastis? 


ASEP TOHA, Direktur Politic Social and Local Government Studies (Poslogis)




Tulis Komentar Facebook

Komentar Facebook

Bijaksana dan bertanggung jawablah dalam berkomentar, karena sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE