Masalah Dapur Umum MBG, "Dapurnya Ngebul Kepatuhan Regulasinya Tumpul"

Foto : Ilustrasi/net
Maharnews.com- Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digulirkan pemerintah adalah kebijakan ambisius untuk menanggulangi masalah gizi anak dan meningkatkan kualitas pendidikan.
Setiap hari, ribuan porsi makanan diolah di dapur-dapur umum yang tersebar di berbagai titik. Namun di balik gemerlap narasi keberhasilan, ada persoalan mendasar yang jarang disentuh: status hukum dapur umum MBG.
Mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 14 Tahun 2013 tentang Bangunan Gedung, setiap bangunan, baik hunian, usaha, maupun fasilitas sosial, wajib memenuhi persyaratan administratif dan teknis.
Pasal 10 menegaskan bahwa setiap bangunan harus sesuai fungsinya dan memenuhi syarat administrasi serta teknis, sedangkan Pasal 19 menyebutkan bahwa
“setiap bangunan yang sudah selesai dibangun, sebelum dapat difungsikan, harus mendapat Sertifikat Laik Fungsi (SLF)”.
Fakta di lapangan berbicara lain. Di Cianjur, hanya 39 dapur MBG yang terdaftar resmi dalam Online Single Submission (OSS), sementara ratusan dapur lain beroperasi tanpa registrasi, PBG, maupun SLF.
Artinya, sebagian besar dapur yang setiap hari memproduksi makanan untuk anak sekolah bekerja di luar kerangka hukum yang semestinya ditegakkan.
Ilustrasi sederhana bisa menjelaskan ketimpangan ini.
Jika seorang warga biasa yang hendak memperluas rumah tinggal harus bersusah payah mengurus PBG, melampirkan gambar teknis, hingga menunggu pemeriksaan dinas. Jika tidak, ia terancam denda atau bahkan pembongkaran.
Sebaliknya, dapur umum MBG yang jelas merupakan fasilitas publik dengan risiko kesehatan dan keselamatan tinggi justru dibiarkan beroperasi tanpa PBG dan SLF. Tidak ada ancaman sanksi, bahkan sebaliknya, mereka mendapat kucuran dana negara.
Ketimpangan ini melahirkan pertanyaan serius: apakah hukum hanya berlaku bagi rakyat kecil, sementara negara bisa mengabaikannya?
Padahal, ketiadaan PBG dan SLF bukan sekadar persoalan administratif. Ia menyangkut keamanan instalasi gas, sanitasi makanan, hingga pembuangan limbah.
Ribuan anak sekolah yang mengkonsumsi makanan dari dapur-dapur tanpa kelayakan ini rentan menjadi korban kelalaian sistem.
Kita tentu mendukung niat mulia memberi makan bergizi bagi anak-anak bangsa. Namun, niat baik tidak boleh dijalankan dengan cara yang abai terhadap aturan.
Justru negara harus menjadi teladan dalam kepatuhan hukum. Jika masyarakat diwajibkan patuh pada regulasi bangunan, maka pemerintah pun harus tunduk pada aturan yang sama.
Sudah saatnya dilakukan audit menyeluruh terhadap dapur umum MBG di Cianjur.
Pemerintah daerah harus memastikan setiap dapur memenuhi syarat hukum dan teknis.
Dengan begitu, program Makan Bergizi Gratis tidak hanya mulia secara tujuan, tetapi juga sahih secara regulasi, aman bagi publik, dan bermartabat di mata hukum.
- Temui Konstituen, Ganjar Ramadhan : Diberondong Berbagai Usulan
- Disdikpora Cianjur Terapkan Permen dikdasmen tentang Penugasan Guru Sebagai Kepsek
- LP2B Harus Dilindungi dan Dilarang dialihfungsikan
- Polemik IGD Rasa Rawat Inap Ala RSUD Sayang Cianjur
- BM Gelar Peringatan Maulid Nabi : Ratusan Anak Yatim dan Dhuafa Ketiban Rezeki
- Rumah Ema Ipong Disulap Bagong Mogok!!
- GMNI Cianjur : MBG Jadi Alat Proyek yang Abai pada Keselamatan