Sidang Praperadilan DG, Saksi Ahli : Singgung Kewenangan Kejaksaan

Foto : Sidang lanjutan praperadilan penetapan tersangka DG di Pengadilan Negeri Cianjur, pemohon dan termohon mendengarkan keterangan saksi ahli
CIANJUR.maharnews.com - Lanjutan sidang praperadilan penetapan tersangka dugaan Korupsi proyek Penerangan Jalan Umum (PJU) dengan pemohon Dadan Ginanjar kembali digelar oleh Pengadilan Negeri Cianjur, Jumat 8 Agustus 2025.
Sidang berlangsung di ruangan Cakra dipimpin Hakim tunggal Fitria Septriana, S.H., dengan agenda pembuktian dan mendengarkan keterangan saksi ahli, pakar hukum administrasi Dr. Dedi Mulyadi.
Dalam sidang, pakar hukum adminstrasi itu pun menekankan pentingnya profesionalisme, proporsionalitas, dan akuntabilitas Kejaksaan dalam setiap tindakan hukum yang dilakukan, terutama terkait penetapan tersangka.
Dr. Dedi Mulyadi memberikan penjelasan mendalam mengenai tugas dan kewenangan Kejaksaan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Menurutnya, Kejaksaan sebagai pelaksana administrasi negara, memiliki kewenangan yang sangat besar dalam penegakan hukum. Namun, kewenangan ini harus dijalankan dengan batasan yang jelas agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan.
Tugas Kejaksaan sebagai penuntut dalam konteks administrasi negara adalah menjalankan fungsi-fungsi hukum yang spesifik. Ini mencakup proses penuntutan, penetapan tersangka, hingga pengumpulan barang bukti," kata Dr. Dedi Mulyadi dalam keterangannya.
Namun demikian, Dr. Dedi menegaskan bahwa kewenangan yang besar ini harus diimbangi dengan akuntabilitas yang ketat. Jika tidak, akan berisiko melanggar hak asasi manusia.
Lebih lanjut, pakar hukum administrasi negara itu juga menjawab tim hukum Dadan Ginanjar yang menyoroti Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 yang melarang pejabat pemerintah menyalahgunakan wewenang, melampaui wewenang, atau bertindak sewenang-wenang.
Ia mengatakan bahwa lahirnya pasal tersebut didasari oleh prinsip "presumption of guilty" yang menjadi landasan kerja penegak hukum. Penegak hukum bergerak berdasarkan praduga bersalah.
Jika tidak ada instrumen pengawasan, hal ini bisa sangat berisiko. Maka dalam pelaksanaannya, harus ada tiga ada hal yaitu profesionalisme, proporsionalitas, dan akuntabilitas," bebernya.
Ia menjelaskan bahwa profesionalisme itu berarti penegak hukum harus bertindak sesuai dengan apa yang diperintahkan undang-undang.
Sementara, proporsionalitas berarti tidak boleh berlebihan, karena batas antara menjalankan kewenangan dan menyalahgunakan kewenangan sangat tipis.Terakhir, akuntabilitas adalah kemampuan untuk mempertanggungjawabkan setiap tindakan yang dilakukan, termasuk kepada masyarakat," jelas Dr. Dedi.
Selain itu, Ia juga menyoroti peran putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21 Tahun 2004 yang mewajibkan pemberian surat-surat dalam rangkaian proses penyidikan kepada tersangka.
Menurutnya, hal ini adalah bentuk akuntabilitas yang ditafsirkan oleh MK untuk mengontrol kewenangan Kejaksaan. Pemberian surat kepada tersangka adalah syarat formil dalam hukum acara. Jika tidak dilakukan, itu bisa dianggap sebagai inprofesional.
Akuntabilitas ini juga terkait dengan prinsip persamaan di depan hukum. Setiap warga negara, termasuk tersangka, berhak mendapatkan perlakuan yang sama. Penetapan Tersangka Harus Berdasarkan Produk yang Sah Secara Hukum," tandasnya.
Menjawab pertanyaan tim hukum Dadan Ginanjar, terkait penetapan tersangka dari sudut pandang hukum administrasi.
Dr. Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa produk administrasi negara, termasuk penetapan tersangka, harus sah secara hukum. Hal ini berarti setiap tindakan harus didasari oleh aturan yang berlaku.
Produk administrasi negara yang sah secara hukum adalah yang sesuai dengan undang-undang. Jika suatu produk dianggap tidak sah, artinya tidak sesuai dengan undang-undang, maka itu bisa disebut inprofesional," jelasnya.
Dr. Dedi Mulyadi mengatakan dalam konteks praperadilan, hakim memiliki peran penting untuk menentukan apakah suatu tindakan penegak hukum telah memenuhi standar profesionalisme, proporsionalitas, dan akuntabilitas.
Tentu hal ini, hakim akan mempertimbangkan apakah prosedur yang dijalankan sudah sesuai dengan hukum acara yang berlaku.
"Saya tegaskan bahwa ini adalah ranah penegakan hukum, bukan produk perundang-undangan. Jika ada ketidaksesuaian prosedur, hakim yang mulia yang akan menentukan," kata Dr. Dedi saat sidang berlangsung.
- Sidang Perdana Praperadilan, Tim Hukum Sebut : Penetapan Tsk DG Cacat prosedur
- DG Bertaruh Kemenangan di Praperadilan, Oden : Peluang 20 Persen
- Kejari Cianjur Tetapkan Direktur PT KPA Tersangka Korupsi Proyek PJU
- Mertua Tiada Cianjur di Persimpangan Kuasa?
- Putusan Hakim Terhadap Lima Terdakwa Kasus Korupsi Agro Edu Wisata Cianjur
- Sepucuk Surat PT KPA untuk Bupati Cianjur, Jelang Penentuan Pemenang Proyek PJU Senilai Rp40 M
- Kades Cirumput Murka! Bantuan Beras CBP Tidak Tepat Sasaran