Rentenir Berkedok Koperasi Target Pedagang Kecil

Rentenir berkedok koperasi semakin menggeliat di Kabupaten Cianjur. Bukan tanpa sebab, modal usaha menjadi penyebabnya, terutama bagi pedagang kecil. Terlebih bagi mereka yang tak miliki jaminan, sehingga meminjam kepada rentenir meski bunganya besar.
Dede Irwan (45), pedagang kelontong yang telah berdagang selama tujuh tahun, mengungkapkan terpaksa meminjam demi memajukan tokonya. Karena pinjaman dari badan usaha pemerintah atau swasta harus memiliki jaminan.
“Pengajuan pinjaman sudah dicoba kesana kemari, nihil hasilnya yang ada malah buang biaya, selalu jaminan yang ditanyakan,” ungkap Dede dengan nada kesal, Selasa (27/2/2018).
Pedagang lainnya, Nina Susanti (34) membeberkan besarnya pinjaman dari rentenir untuk pedagang kecil, awalnya hanya bisa sebesar 500 ribu. Jika dapat melunasi tanpa kendala, makq jumlah pinjaman maksimal menjadi satu juta.
“Cicilannya 25 ribu setiap hari selama 25 hari. Jika dihitunh bunganya sekitar 25 persen. ," beber Nina.
Sepengetahuan Nani tidak semua rentenir berbentuk koperasi, ada juga yang perorangan. Tetapi semua hampir sama metodenya, bunga pinjaman berkisar antara 25 hingga 30 persen dan denda jika telat membayar cicilan.
"Sistem pinjamannya pada sama, mau koperasi atau perorangan," sebut Nani.
Terpisah, Ketua Dewan Koperasi Daerah Indonesia (Dekopinda) Kabupaten Cianjur, Hugo Siswaya mengatakan mudah sekali membedakan rentenir dengan koperasi. Bila melakukan Rapat Anggota Tahunan (RAT) itu koperasi sebenarnya.
“Dalam RAT itu dibahas seluruh kegiatan koperasi hingga bagi hasil keuntungan koperasi dalam setahun. Pembagiannya pun jelas berdasarkan kontribusinya bukan karena jabatannya. Begitu pula jika itu merupakan koperasi simpan pinjam, besaran bunga yang dibebankan ke anggota pun pasti dibahas,” tegas Hugo. (wawan)