Banyak Minusnya, Ini Sepuluh Hasil Evaluasi Publik PSBB Parsial Cianjur

Foto : Usaha pendeteksian dini sebaran virus Covid-19 dengan menggunakan alat rapid test yang baru dimulai secara ekspansif di sejumlah tempat keramaian setelah sepuluh hari PSBB Parsial di Kabupaten Cianjur diberlakukan, tepatnya mulai tanggal 16 Mei 2020. Hingga akhirnya giliran Komplek pasar Ramayana Kelurahan Muka, Kecamatan Cianjur, Selasa (19/5/2020), dimana 100 warga yang melintas diambil sampelnya secara acak.
CIANJUR. Maharnews.com - Direktur Politik Social and Local Govermen Studies (Poslogis), Asep Toha menilai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kabupaten Cianjur, masih jauh dari tujuan utama, yaitu memutus rantai corona melalui pencegahan dan penanganan Covid-19 di daerah. Hal itu dituangkan dalam hasil evaluasi publik lembaga yang memiliki ruang lingkup nasional tersebut.
Setidaknya terdapat 10 (sepuluh) catatan yang harus diperbaiki Gugus Tugas Percepatan Penangan (GTPP) Covid-19 Cianjur terutama Plt. Bupati Cianjur sebagai Ketuanya. Berikut kesepuluh catatan itu:
- Pertama, tidak dibuatnya Peraturan Bupati. Hal-hal tekhnis yang tidak diatur dalam Peraturan Gubernur No. 36 tahun 2020 tentang PSBB di Jabar seharusnya dituangkan dalam Perbup, seperti PSBB parsial. Dalam Pergub tidak distur secara detil seperti apa dan bagaimana prakteknya di lapangan, kemudian jenis-jenis sanksi apa yang akan diterapkan kepada pelanggar PSBB, bagaimana pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat selama masa PSBB, bagaimana pengaturan industri dan lainnya. Walau ada aturan di atasnya, tetapi ada hal-hal yang berdasarkan kepentingan daerah masing-masing terakomodisnya dalam Perbup tersebut.
- Kedua, masih terlihat kegiatan yang mengutamakan ceremonial saja tanpa mempedulikan pshycal distancing. Misalnya pembagian masker di tempat umum oleh Plt. Bupati, kegiatan ceremonial pembagian Bansos dan sembako di Karangtengah, kegiatan ceremonial pembagian nasi bungkus dan nasi kotak. Akhirnya publik disuguhkan oleh pemimpinya sendiri bagaimana cara melanggar PSBB tersebut. Apalagi kegiatan dapur umum, sangat kurang berefek terhadap penanganan dampak sosial yang ada malah cemburu sosial di pedesaan karena banyaknya yang tidak kebagian. Anggaran dapur umum lebih baik dialihkan untuk menambal Bansos yang tidak kebagian dari pusat maupun provinsi.
- Ketiga, tidak transparannya anggaran dan data Covid-19. Transparansi anggaran sangat diwajibkan oleh banyak regulasi. Di banyak daerah anggaran penanganan tersebut terpampang dalam websitenya. Sementara Cianjur sama sekali publik dibutakan, bahkan DPRD sendiri sampai mau buat Pansus. Data juga tidak transaran, bagaimana angka sebaran ODP, PDP, dan positif per kecamatannya, harusnya terbuka dalam laman covid19 cianjur. Padahal transparansi data sangat penting dalam pencegahan Covid-19.
- Keempat, program GTPP Kabupaten tidak terorganisir dengan baik. Pelaksanaanya terkesan jig jag atau serampagan. Tidak terstruktur bagaimana proses pencegahan, penanganan, sampai bagaimana mengendalikan gugus desa atau relawan desa. Pengetatan perbatasan masih longgar, pembatasan aktivitas bekerja di tempat kerja tidak berjalan dengan baik, industri yang seharusnya tutup masih tetap buka dengan tidak menggunakan protokoler pencegahan, bahkan Pemda sendiri masih melakukan rapat secara langsung, dan kegiatan di tempat atau fasilitas umum seperti toko dan pasar modern masih berjalan tanpa ada sosialisasi pencegahan.
- Kelima, lambatnya pelaksanaan test masal terhadap ODP dan OTG. Seharusnya pelaksanaan ini langsung dilakukan sejak awal PSBB. Ini malah terhambat gegara masukan dari Dinkes bahwa pelaksanaan Rapid Test dilarang WHO. Setelah ramai di publik baru Plt melanjutkan belanja Rapid test. Akhirnya pelaksanaan penanganan menjadi terlambat. Mereka sepertinya lupa bahwa yang dicegah dan ditangani itu pandemi yang nempel ke manusia, sehingga kecepatan penyebarannya secepat pergerakan manusia. Mereka lupa bahwa manusia berinteraksi ke lebih dari 5 orang setiap hari.
- Keenam, responsibilitas terhadap PDP kurang maksimal. Kecepatan Respon atas status ODP maupun PDP itu sangat menentukan dalam pencegahan dan penanganan. Sementara responsibilitas status ini kita lihat sangat lambat. Dalam kasus yang meninggal misalnya, hingga saat ini sudah berapa yang didapat hasil swabnya. Apa menunggu dulu ada kontak yang negatif hingga tidak dilanjutkan. Ini penting untuk antisipasi, jangan sampai yang meninggal tersebut ternyata positif, yang berkontak sebelum mereka meninggal kan menjadi target tracking nantinya.
- Ketujuh, tingginya angka kematian ODP, PDP dan Positif. Sejak PSBB dilaksanakan tanggal 6 Mei hingga 19 Mei, terdapat penambahan jumlah ODP sebanyak 75 kasus dengan persentase kematian 9,33%, PDP sebanyak 28 kasus dengan persentase kematian 67,86%, dan positif sebanyak 6 kasus dengan persentase kematian 16,67%.
- Kedelapan, pelaksanaan isolasi mandiri tidak terlaksana dengan baik. Kami dapat info dari beberapa desa bahwa mereka sama sekali tidak melakukan isolasi mandiri. Salah satu faktornya tidak adanya koordinasi dan komunikasi yang baik antara GTPP Kabupaten, kecamatan dan desa perihal bagaimana, siapa, dimana, dan bagaimana prosesnya. Ini semua membuat organ di desa menjadi kebingungan, sementara data-data OTG dan ODP yang disampaikan ke Kecamatan tidak terdistribusi dan terinvetarisir dengan di GTPP Kabupaten.
- Kesembilan, kurangnya sosialisasi pshyical distancing atau jaga jarak dan protokoler di tempat-tempat umum. Mengendalikan masyarakat untuk tidak datang ke toko pakaian dan pasar misalnya, sangat sulit dikendalikan karena berbagai alasan tentunya. Maka Gugus harus bisa berpikir mengantisipasi dan meminimalisir resiko penularan. Salah satunya dengan adanya sosialisasi secara terus menerus dan masif di tempat-tempat umum yang strategis.
- Kesepuluh, kurang terlibatnya masyarakat dalam pelaksanaan PSBB. Jika kita baca di Medsos, lebih dari 65% masyarakat meganggap bahwa PSBB itu untuk kepentingan pemerintah, padahal ini untuk kepentingan dan keselamatan masyarakat sendiri. Pesan-pesan ini tidak sampai kepada masyarakat. Makanya, libatkan para tokoh masyarakat terutama para ulama dan kyai terutama dalam sosialisasi pencegahan Covid-19.
Diberitakan sebelumnya, meskipun respon kontra terus bermunculan terkait perpanjangan PSBB, Plt. Bupati Cianjur Herman Suherman memastikan akan memperpanjang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kota Tatar Santri. Hal itu diungkapkannya saat membagikan bantuan sembako kepada Masyarakat di Kelurahan Muka, Kecamatan Cianjur.
“Insya Allah akan diperpanjang lagi selama 14 hari,” ungkapnya, Selasa (19/5/2020).
Herman mengaku telah berkoordinasi dengan Gubernur Provinsi Jawa Barat terkait perihal tersebut. Ia menuturkan PSBB yang kali ini akan berbeda dengan PSBB Parsial yang sebelumnya telah dilaksanakan.
“Sekarang mah PSBB nya bukan PSBB tingkat provinsi, jadi melanjutkan PSBB tingkat Kabupaten,” tuturnya.
Menurut Herman, dari hasil koordinasi, Gubernur mempersilahkan bagi Kabupaten atau Kota yang ingin melanjutkan PSBB atau tidak. Berdasarkan hal itu, Pemerintah Daerah (Pemda) Cianjur berkesimpulan akan melanjutkan PSBB.
“Karena di Cianjur ini ingin clear (bersih, red), jangan sampai ada lagi Corona,” sebutnya. (wan)
- Ratusan Juta Uang Negara Terselamatkan dari Kasus TPHD Cianjur
- Gerbang Alun Alun Cianjur Dipenuhi Pengunjung
- Herman Pilih Perpanjang PSBB, Ganjar Perlu Evaluasi
- Peduli Terhadap Keluarga Tidak Mampu, Kapolres Cianjur Salurkan Bantuan Sembako
- Legislator Muda Cianjur, Angkat Bicara Soal Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
- Waspada, Pencuri Barang Bersubsidi di Cianjur Beraksi
- Kajari Cianjur Pindah Tugas, Soal Kasus TPHD, Kasi Penkum : Posisi Sudah Inspeksi Khusus